jelajahi terus keindahan alam mu.............. okay,,
mskipun qt kdang tak mampu mnjalajahi smua isi
dunia ini,,,,
Pengikut
Senin, 07 Juni 2010
konon crita misteri gunung argopuro
Misteri di Puncak Gunung Argopuro
Ini misteri. Boleh percaya boleh tidak. Kawasan Puncak Gunung Argopuro (3.088
mdpl), Jawa Timur, kabarnya sempat menjadi tempat tinggal seorang dewi cantik
nan jelita. Namanya Dewi Rengganis, selir raja pada masa Kerajaan Majapahit. Apa
betul? Di sana ada reruntuhan yang dianggap sebagian orang sebagai sisa-sisa
istana sang dewi.
Cerita Dewi Rengganis ini telah melegenda di masyarakat kaki Pegunungan Iyang.
Konon, pada masa kerajaan itu tengah berjaya, pelataran puncak Gunung Argopuro,
sebutan lain bagi Pegunungan Iyang, berdiri sebuah istana megah. Istana itu
lengkap dengan segala atributnya, seperti balatentara, dayang-dayang, hewan
ternak, dan taman yang indah. Ini semata dibangun agar Dewi Rengganis kerasan
menempatinya.
Menurut ramalan para empu pada masa itu, suatu saat tampuk kekuasaan Kerajaan
Majapahit akan jatuh ke tangan Dewi Rengganis. Untuk menghindarinya, keluarlah
”Keppres” pembangunan istana tersebut. Pasalnya, dari seluruh selir raja, Dewi
Rengganis yang paling disayang. Wajar jika masyarakat sekitar menyebut
Pegunungan Iyang sebagai Gunung Argopuro. Berasal dari kata arged dan puro.
Dalam bahasa Madura berarti tempat atau istana yang paling tinggi.
Tak pelak reruntuhan istana sang dewi menjadikan Argopuro menjadi gunung yang
unik. Tak ada duanya di negeri ini. Menjumpai situs purbakala tertinggi di tanah
Jawa. Memikat siapa saja untuk menjelajahi dan mengamatinya. Sebuah kenangan
yang begitu membekas di hati.
’’Taman Firdaus’’
Awal abad ke-20, kawasan Argopuro terlihat begitu cantik. Rusa berbiak dengan
cepat. Ratusan macan dahan bebas berkeliaran. Mengintip dan menerkam rusa yang
lengah. Kucing hutan, babi, dan ajak tak mau kalah berburu satwa pemakan rumput
itu. Pertumbuhan kijang, merak, dan ayam hutan tak kalah banyaknya.
Junghuhn, warga Eropa pertama di Argopuro, menaksir jumlah rusa itu. Pada tahun
1844, ia melihat lebih dari 50.000 ekor. Kawanan rusa itu hidup berkelompok.
Tiap kelompoknya mencapai ribuan ekor.
Tak cuma kaya satwa. Setiap sisi sungai di kawa- san ini ditumbuhi Primula
polifera yang cantik di antara rerumputan bunga-bunga nan cantik tumbuh subur.
Jajaran cemara (Casuarina junghuhniana) tegak berdiri. Sedikit lebih ke atas,
edelweis (Anaphalis viscida) mudah sekali didapati menghiasi padang rumput
Argopuro. Ditambah kabut tipis menyelemuti vegetasi. Berkat daftar kekayaan
hidupan liar dan padang bunga yang beragam, kawasan ini dijuluki Taman Firdaus
Pulau Jawa.
Cerita itu bukan khayalan. JA Wormser, pendaki asal Kerajaan Belanda, telah
membuktikannya. Dalam catatan hariannya, Wormser tak henti-hentinya memuji
keindahan Argopuro. Bersama S Neumann, Wormser menggapai puncak Argopuro pada
tahun 1927. Mereka mencapainya setelah menempuh dua hari perjalanan yang dibantu
oleh delapan porter.
Meski tak seperti dulu, bayangan kemegahan masa lampau masih menjadi magnet.
Argopuro tetap menarik untuk dijelajahi. Masih menyimpan berbagai cerita
penjelajahan dan petualangan yang memikat.
Gampang Dicapai
Secara geografis, Gunung Argopuro termasuk Cagar Alam Dataran Tinggi Iyang
seluas 15.000 ha, terletak di sebelah utara Jember dan barat daya Bondowoso,
Jawa Timur. Dari segi administratif, terbagi dalam tiga wilayah kabupaten, yaitu
Probolinggo, Jember, dan Situbondo. Selain menyajikan berbagai kisah, medan
pendakian Argopuro teramat unik. Menantang setiap penjelajah untuk mendakinya.
Betapa tidak, tanjakan dan turunan silih berganti menyambut Anda. Sebelum puncak
digapai, medan bergelombang itu seperti tiada habisnya.
Ada dua jalur umum yang digunakan para pendaki untuk mencapai puncak. Pertama,
melalui Desa Baderan, Kabupaten Situbondo, dan kedua, dari Ayer Dingin, Desa
Bremi, Kecamatan Krucil, Kabupaten Probolinggo. Kedua jalur tersebut memiliki
karakteristik masing-masing. Namun, dari segi keamanan dan pencapaian titik awal
pendakian, jalur Desa Bremi patut dikedepankan karena mudah dan relatif aman.
Dibandingkan lewat Desa Baderan, sarana transportasi menuju Desa Bremi tersedia
dengan baik. Sampai di terminal Probolinggo tak perlu bingung. Naik saja bus
jurusan Bremi, lalu turun di Ayer Dingin. Perjalanan menuju desa ini memakan
waktu dua jam.
Alternatif lain dengan menaiki Bison (sebutan penduduk setempat bagi
transportasi jenis Isuzu Elf) jurusan Probolinggo-Situbondo. Turun di Pejarakan,
lalu menyambung dengan angkutan desa ke Ayer Dingin, Desa Bremi.
Masalah izin mendaki dapat diurus pada Pos KSDA/Kehutanan Bremi atau Polsek
Krucil. Bila kurang, perbekalan pendakian dapat ditambah di desa ini, mudah
mencarinya di antara sekian banyak warung kebutuhan pokok sehari-hari. Soal
harga, ”beda-beda tipis” dengan di kota. Perjalanan menuju puncak Argopuro
dimulai dari areal perkebunan kopi milik PTP Ayer Dingin. Selama 30 menit, batas
hutan damar (Agathis damara) dapat kita capai.
Taman Hidup
Seusai berjalan tiga jam, para pendaki akan bertemu persimpangan. Salah satunya
menuju Danau Taman Hidup. Sebuah danau terbesar di Dataran Tinggi Iyang. Areal
ini sangat penting bagi seluruh penghuni hutan Argopuro. Rusa, kijang, merak,
ayam hutan, babi hutan, ajak, kucing hutan, hingga macan dahan setiap saat
menikmati kesegaran air danau ini.
Saat ini, Danau Taman Hidup cocok sekali sebagai lokasi mengintip satwa-satwa
yang mulai langka, seperti rusa, kijang, kucing hutan, dan macan dahan sekaligus
mengabadikan aktivitas mereka dalam berbagai karya fotografi. Air danau yang
tenang dikelilingi pepohonan besar menjadikan panorama kian cantik. Paling
tidak, suasana kalem itu menjadi doping menghadapi hiruk-pikuk Jakarta atau
kota-kota sibuk lainnya. Beberapa pendaki sering memilih bermalam di sini,
mengintip suasana pagi dan sore hari di Taman Hidup.
Puas menikmati keindahan Danau Taman Hidup, medan bergelombang siap menyambut
kita. Naik turun punggungan hal yang lumrah di sini. Inilah tantangan lain yang
ditawarkan Argopuro. Medan pendakian bergelombang yang panjang seperti tiada
habisnya. Tentu dituntut persiapan fisik dan strategi yang matang. Bila tidak,
semangat dan napas bakal ”senin-kamis”.
Selama setengah hari perjalanan, kita akan disuguhi beberapa vegetasi. Dari
primer khas hutan tropika hingga sekunder yang didominasi semak dan cemara
(Casuarina junghuhniana). Makin ke atas, tipe vegetasi bergeser pada dominasi
tumbuhan berdaun jarum seperti edelweis (Anaphalis viscida). Tumbuhan khas
puncak gunung-gunung tanah Jawa ini tumbuh di antara padang rumput yang luas.
Tingginya bisa mencapai lima meter.
Meski memiliki medan terbilang berat, Argopuro tak pelit air. Selain Danau Taman
Hidup di awal pendakian, di bagian tengah terdapat dua sungai, Aeng Kenek dan
Aeng Poteh. Plus satu sumber air terakhir sebelum puncak, daerah Rawa Embik.
Ketiga sumber air itu cukup melimpah. Ini amat memudahkan kita mengatur strategi
perbekalan. Lewat hitungan cermat, puncak dapat diraih tanpa harus memikul beban
berlebih.
Kebanyakan pendaki memilih bermalam di Rawa Embik. Sebab, daerah ini memiliki
padang rumput luas dan datar di antara pohon-pohon tinggi serta dekat pula
dengan sumber air. Tentu lokasi ini memanjakan para pendaki membuka tenda doom
mereka. Nyaman dan tak perlu rebutan kapling.
Esoknya, sekitar pukul 02.00 dini hari, perjalanan diteruskan. Sudah pasti
tujuannya satu, summit attack, menggapai puncak Argopuro, menyaksikan segala
keunikannya.
Ada dua puncak yang dapat kita capai, di utara puncak Argopuro dan di sebelah
selatan puncak Rengganis . Reruntuhan candi peninggalan Dewi Rengganis terdapat
pada puncak sebelah selatan itu.
Turun sedikit dari puncak paling atas, terdapat lingkaran pondasi batu.
Bentuknya mirip taman. Taman-taman kecil ini seperti pagar yang menghadap keluar
ke arah padang rumput, layaknya halaman rumah kita di abad modern ini. Bila
beruntung, pemandangan matahari terbit (sunrise) menambah semarak suasana
puncak, menambah keunikan Argopuro yang cantik. Rasa lelah dan penat dalam
perjalanan seolah terobati dalam sekejap.
Ini misteri. Boleh percaya boleh tidak. Kawasan Puncak Gunung Argopuro (3.088
mdpl), Jawa Timur, kabarnya sempat menjadi tempat tinggal seorang dewi cantik
nan jelita. Namanya Dewi Rengganis, selir raja pada masa Kerajaan Majapahit. Apa
betul? Di sana ada reruntuhan yang dianggap sebagian orang sebagai sisa-sisa
istana sang dewi.
Cerita Dewi Rengganis ini telah melegenda di masyarakat kaki Pegunungan Iyang.
Konon, pada masa kerajaan itu tengah berjaya, pelataran puncak Gunung Argopuro,
sebutan lain bagi Pegunungan Iyang, berdiri sebuah istana megah. Istana itu
lengkap dengan segala atributnya, seperti balatentara, dayang-dayang, hewan
ternak, dan taman yang indah. Ini semata dibangun agar Dewi Rengganis kerasan
menempatinya.
Menurut ramalan para empu pada masa itu, suatu saat tampuk kekuasaan Kerajaan
Majapahit akan jatuh ke tangan Dewi Rengganis. Untuk menghindarinya, keluarlah
”Keppres” pembangunan istana tersebut. Pasalnya, dari seluruh selir raja, Dewi
Rengganis yang paling disayang. Wajar jika masyarakat sekitar menyebut
Pegunungan Iyang sebagai Gunung Argopuro. Berasal dari kata arged dan puro.
Dalam bahasa Madura berarti tempat atau istana yang paling tinggi.
Tak pelak reruntuhan istana sang dewi menjadikan Argopuro menjadi gunung yang
unik. Tak ada duanya di negeri ini. Menjumpai situs purbakala tertinggi di tanah
Jawa. Memikat siapa saja untuk menjelajahi dan mengamatinya. Sebuah kenangan
yang begitu membekas di hati.
’’Taman Firdaus’’
Awal abad ke-20, kawasan Argopuro terlihat begitu cantik. Rusa berbiak dengan
cepat. Ratusan macan dahan bebas berkeliaran. Mengintip dan menerkam rusa yang
lengah. Kucing hutan, babi, dan ajak tak mau kalah berburu satwa pemakan rumput
itu. Pertumbuhan kijang, merak, dan ayam hutan tak kalah banyaknya.
Junghuhn, warga Eropa pertama di Argopuro, menaksir jumlah rusa itu. Pada tahun
1844, ia melihat lebih dari 50.000 ekor. Kawanan rusa itu hidup berkelompok.
Tiap kelompoknya mencapai ribuan ekor.
Tak cuma kaya satwa. Setiap sisi sungai di kawa- san ini ditumbuhi Primula
polifera yang cantik di antara rerumputan bunga-bunga nan cantik tumbuh subur.
Jajaran cemara (Casuarina junghuhniana) tegak berdiri. Sedikit lebih ke atas,
edelweis (Anaphalis viscida) mudah sekali didapati menghiasi padang rumput
Argopuro. Ditambah kabut tipis menyelemuti vegetasi. Berkat daftar kekayaan
hidupan liar dan padang bunga yang beragam, kawasan ini dijuluki Taman Firdaus
Pulau Jawa.
Cerita itu bukan khayalan. JA Wormser, pendaki asal Kerajaan Belanda, telah
membuktikannya. Dalam catatan hariannya, Wormser tak henti-hentinya memuji
keindahan Argopuro. Bersama S Neumann, Wormser menggapai puncak Argopuro pada
tahun 1927. Mereka mencapainya setelah menempuh dua hari perjalanan yang dibantu
oleh delapan porter.
Meski tak seperti dulu, bayangan kemegahan masa lampau masih menjadi magnet.
Argopuro tetap menarik untuk dijelajahi. Masih menyimpan berbagai cerita
penjelajahan dan petualangan yang memikat.
Gampang Dicapai
Secara geografis, Gunung Argopuro termasuk Cagar Alam Dataran Tinggi Iyang
seluas 15.000 ha, terletak di sebelah utara Jember dan barat daya Bondowoso,
Jawa Timur. Dari segi administratif, terbagi dalam tiga wilayah kabupaten, yaitu
Probolinggo, Jember, dan Situbondo. Selain menyajikan berbagai kisah, medan
pendakian Argopuro teramat unik. Menantang setiap penjelajah untuk mendakinya.
Betapa tidak, tanjakan dan turunan silih berganti menyambut Anda. Sebelum puncak
digapai, medan bergelombang itu seperti tiada habisnya.
Ada dua jalur umum yang digunakan para pendaki untuk mencapai puncak. Pertama,
melalui Desa Baderan, Kabupaten Situbondo, dan kedua, dari Ayer Dingin, Desa
Bremi, Kecamatan Krucil, Kabupaten Probolinggo. Kedua jalur tersebut memiliki
karakteristik masing-masing. Namun, dari segi keamanan dan pencapaian titik awal
pendakian, jalur Desa Bremi patut dikedepankan karena mudah dan relatif aman.
Dibandingkan lewat Desa Baderan, sarana transportasi menuju Desa Bremi tersedia
dengan baik. Sampai di terminal Probolinggo tak perlu bingung. Naik saja bus
jurusan Bremi, lalu turun di Ayer Dingin. Perjalanan menuju desa ini memakan
waktu dua jam.
Alternatif lain dengan menaiki Bison (sebutan penduduk setempat bagi
transportasi jenis Isuzu Elf) jurusan Probolinggo-Situbondo. Turun di Pejarakan,
lalu menyambung dengan angkutan desa ke Ayer Dingin, Desa Bremi.
Masalah izin mendaki dapat diurus pada Pos KSDA/Kehutanan Bremi atau Polsek
Krucil. Bila kurang, perbekalan pendakian dapat ditambah di desa ini, mudah
mencarinya di antara sekian banyak warung kebutuhan pokok sehari-hari. Soal
harga, ”beda-beda tipis” dengan di kota. Perjalanan menuju puncak Argopuro
dimulai dari areal perkebunan kopi milik PTP Ayer Dingin. Selama 30 menit, batas
hutan damar (Agathis damara) dapat kita capai.
Taman Hidup
Seusai berjalan tiga jam, para pendaki akan bertemu persimpangan. Salah satunya
menuju Danau Taman Hidup. Sebuah danau terbesar di Dataran Tinggi Iyang. Areal
ini sangat penting bagi seluruh penghuni hutan Argopuro. Rusa, kijang, merak,
ayam hutan, babi hutan, ajak, kucing hutan, hingga macan dahan setiap saat
menikmati kesegaran air danau ini.
Saat ini, Danau Taman Hidup cocok sekali sebagai lokasi mengintip satwa-satwa
yang mulai langka, seperti rusa, kijang, kucing hutan, dan macan dahan sekaligus
mengabadikan aktivitas mereka dalam berbagai karya fotografi. Air danau yang
tenang dikelilingi pepohonan besar menjadikan panorama kian cantik. Paling
tidak, suasana kalem itu menjadi doping menghadapi hiruk-pikuk Jakarta atau
kota-kota sibuk lainnya. Beberapa pendaki sering memilih bermalam di sini,
mengintip suasana pagi dan sore hari di Taman Hidup.
Puas menikmati keindahan Danau Taman Hidup, medan bergelombang siap menyambut
kita. Naik turun punggungan hal yang lumrah di sini. Inilah tantangan lain yang
ditawarkan Argopuro. Medan pendakian bergelombang yang panjang seperti tiada
habisnya. Tentu dituntut persiapan fisik dan strategi yang matang. Bila tidak,
semangat dan napas bakal ”senin-kamis”.
Selama setengah hari perjalanan, kita akan disuguhi beberapa vegetasi. Dari
primer khas hutan tropika hingga sekunder yang didominasi semak dan cemara
(Casuarina junghuhniana). Makin ke atas, tipe vegetasi bergeser pada dominasi
tumbuhan berdaun jarum seperti edelweis (Anaphalis viscida). Tumbuhan khas
puncak gunung-gunung tanah Jawa ini tumbuh di antara padang rumput yang luas.
Tingginya bisa mencapai lima meter.
Meski memiliki medan terbilang berat, Argopuro tak pelit air. Selain Danau Taman
Hidup di awal pendakian, di bagian tengah terdapat dua sungai, Aeng Kenek dan
Aeng Poteh. Plus satu sumber air terakhir sebelum puncak, daerah Rawa Embik.
Ketiga sumber air itu cukup melimpah. Ini amat memudahkan kita mengatur strategi
perbekalan. Lewat hitungan cermat, puncak dapat diraih tanpa harus memikul beban
berlebih.
Kebanyakan pendaki memilih bermalam di Rawa Embik. Sebab, daerah ini memiliki
padang rumput luas dan datar di antara pohon-pohon tinggi serta dekat pula
dengan sumber air. Tentu lokasi ini memanjakan para pendaki membuka tenda doom
mereka. Nyaman dan tak perlu rebutan kapling.
Esoknya, sekitar pukul 02.00 dini hari, perjalanan diteruskan. Sudah pasti
tujuannya satu, summit attack, menggapai puncak Argopuro, menyaksikan segala
keunikannya.
Ada dua puncak yang dapat kita capai, di utara puncak Argopuro dan di sebelah
selatan puncak Rengganis . Reruntuhan candi peninggalan Dewi Rengganis terdapat
pada puncak sebelah selatan itu.
Turun sedikit dari puncak paling atas, terdapat lingkaran pondasi batu.
Bentuknya mirip taman. Taman-taman kecil ini seperti pagar yang menghadap keluar
ke arah padang rumput, layaknya halaman rumah kita di abad modern ini. Bila
beruntung, pemandangan matahari terbit (sunrise) menambah semarak suasana
puncak, menambah keunikan Argopuro yang cantik. Rasa lelah dan penat dalam
perjalanan seolah terobati dalam sekejap.
by; agus syaifullah
07 juni 2010
07 juni 2010
Langganan:
Postingan (Atom)